Antara Ratapan Tangis Ibu Pertiwi Dan Pendidikan Indonesia
Mencerdaskan kehidupan bangsa , itulah sepenggal kalimat yang tertuang pada pembukaan UUD 1945 yang saat ini tak jelas tertuang tumpah entah kemana. Garis start Perjalanan bangsa ini tak jauh berbeda dengan bangsa lain khususnya pada Negara-Negara Asia seperti India, Malaysia, Singapura dan negara tetangga lainnya . Bahkan Jepang pada tahun 1942 telah diporak-poranda oleh sekutu dengan penjatuhan bom atom ke kota Hiroshima dan Nagasaki. Sesaat setelah hancurnya kota tersebut kaisar jepang tidak menanyakan seberapa besar kerugian Negara, bukan pula menanyakan seberapa lama pemulihan kota tersebut, apalagi menanyakan asset - asset yang masih tersisa, tetapi pertanyaan yang pertama kali dilontarkan oleh sang kaisar adalah berapa jumlah guru yang tersisa di kota tersebut. Dari sini terlihat betapa negeri matahari itu sangat mengutamakan pendidikan dan kini terbukti saat ini jepang telah mampu bersaing bahkan mengungguli Negara-negara eropa maju.
Lain jepang, lain pula dengan Negara-negara tetangga terdekat kita seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam. Negara – Negara tersebut dahulunya menuntut ilmu di bumi pertiwi, bahkan Mereka sampai mendatangkan tenaga-tenaga pengajar Indonesia untuk memajukan bangsanya. Kini Negara – Negara tersebut telah terbang jauh meninggalkan sang garuda yang kini masih belum bisa mengepakkan sayapnya. Kini mereka telah mampu memberikan pendidikan gratis hingga tingkat sekolah atas.
Satu decade terakhir ini tampaknya pemerintah sedang memberi perhatian lebih di bidang pendidikan, tapi ternyata yang dilakukan oleh penguasa di negeri ini membuat kembali ibu pertiwi berlinang air mata, karena produk yang dihasilkan adalah UU BHP yang tak lain pendidikan dijadikan komoditas dagang yang sangat menjanjikan, walau hal ini memang hanya tersirat karena terbungkus rapinya UU tersebut. bagaimana tidak, didalam UU tersebut ada pernyataan bahwa suatu institusi pendidikan dalam hal ini sekolah atau perguruan tinggi bisa pailit(bangkrut), selain itu pemerintahpun mengurangi perannya terutama dalam pembiayaan pendidikan dan masih banyak lagi pasal-pasal dalam UU tersebut yang sangat kontroversi .
Mungkin ibu pertiwi sesaat bisa mengurangi jerit tangis dan menyeka air matanya ketika berbagai LSM dan Mahasiswa terus berjuang untuk membatalkan UU tersebut, mulai dari BHP masih RUU pada tahun 2003 sampai disahkan menjadi UU, dan dibatalkan oleh mahkamah konstitusi pada tahun 2010. Tapi perjuangan kita khususnya mahasiswa tentu tak sampai disini, karena dalam waktu dekat ini mungkin beberapa hari setelah tulisan ini selesai, presiden akan mengeluarkan Perpu sebagai pengganti UU BHP yang diajukan oleh Mendiknas. kita masih menunggu apa isi dari Perpu tersebut, yang jelas mahasiswa akan selalu siap pasang badan ketika kebijakan tersebut tidak berpihak kepada rakyat.
Selain masalah UU BHP, ada masalah juga terkait sertifikasi guru, bahkan UN pun hari ini masih menjadi kontroversi dengan banyaknya siswa yang tahun ini tidak lulus, dan yang tak kalah pentingnya yaitu kebijakan pemerintah untuk menganggarkan pendidikan hingga 20% seutuhnya dari APBN. Memang Anggaran pendidikan telah mencapai 20% dari APBN, tapi sayangnya Lagi-lagi rakyat yang lugu dibodohi karena anggaran pendidikan sebenarnya tidak seutuhnya 20% dari APBN, melainkan 20% itu sudah termasuk gaji guru, gaji pendidik, gaji pegawai pendidikan dan embel-embel lainnya yang harusnya gaji-gaji tersebut masuk kedalam anggaran departemen dalam negeri yang mengurusi gaji para pegawai negeri sipil dan sebagainya. bahkan jika dihitung bersih untuk dana pendidikan tak mencapai angka 14%. Indonesia, Tapi lebih baik berbuat walaupun hanya sedikit daripada hanya mengutuk dalam kegelapan.
Sahabat, Kontribusi kita sebagai MAHASISWA yang katanya agent of change, social control dan iron stock selalu dinanti oleh ibu pertiwi yang saat ini sedang menangis meratapi kondisi bumi pertiwi khususnya pendidikan Indonesia. Jangan pernah tanyakan apa yang telah Negara berikan untuk kita, tapi pikirkanlah apa yang akan kita berikan untuk Negara Indonesia tercinta ini.
Terlalu banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi dalam ruang-ruang pendidikan.
Oleh : Agusutrisno (Kadept. Sosial-Politik BEM FMIPA)