Anda Perlu Menangis
Dalam kenyamanan kita duduk bersantai-santai. Tertawa sepele bersama teman sejawat. Ada tokoh dalam hidup kita yang terlalu kontras dengan keadaan hidup kita sekarang.
Umar sahabat nabi, pipinya adalah sungai deras dengan hulunya adalah mata yang tak henti membanjirinya dengan 'lahar dingin' bernama air mata. Menyesali putri lucunya yang dia kubur sendiri hidup-hidup demi gengsi suatu kehormatan di mata zaman ketololan akan kebenaran. Yaa, kita perlu menangis, kawan.
Tokoh siapa saja yang sudah kita kubur jasa dan pengorbanannya. Kita lebih bangga melihat kehadiran sang idola penyanyi daripada gemuruh kendaraan ayah kita dari kejauhan saat pulang kerja. Kita lebih suka menangis di depan tv dengan episode sinetron yang mengharukan daripada melihat 'keringat' ayah kita yang bercucuran lewat semburat muka beliau yang kelelahan.
Kita perlu sadar, kawan. Menjadi sempurna memang tidak mungkin. Tapi menuju kesempurnaan itu lebih baik daripada mempertahankan hukum newton pertama, kelembamam- diam-. Kita punya tanggung jawab besar untuk menciptakan senyuman manis ayah dan ibu kita. Kita punya kewajiban akan ilmu yang kita peroleh. Ketidakbermanfaatan harus tidak boleh bersarang dipundak kita. Karena sejak lahir, kita sudah dinobatkan pemenang dari milyaran pesaing.
Muhamad ase' dan menangis