Romadhon, Saatnya Merenungkan Kembali Arti Menjadi Seorang Muslim.
Selama kita hidup, setelah kita balig atau mepunyai kewajiban diri atas hukum islam, barangkali ada diantara kita yang telah mengalami romadhon sudah sepuluh kali, belasan kali, atau bahkan lebih dari itu. Seringnya diri kita melewati romadhon seharusnya membuat kita berpikir tentang keislaman kita hari ini. Sejauh mana kita bisa menyadari bahwa romadhon yang kita lewati seharusnya membawa diri kita menyadari tugas kita sebagai seorang Muslim.
Tujuan sesungguhnya mengapa menjadi seorang muslim, adalah kesadaran dalam diri kita sendiri, tentang arti menjadi muslim itulah yang akan menjadi pendorong, landasan sekaligus penguat mengapa kita mau berlelah lelah bekerja, beramal, dan menjalankan berbagai tugas sebagai seorang muslim.
Setidaknya ada empat kesadaran yang harus kita bangun agar menjadi bahan bakar untuk menjadi seorang muslim yang kuat.
Pertama, Kesadaran argumentasi terhadap Allah tentang gelar sebagai seorang Muslim.
Itulah yang diceritakan Aisyah saat melihat kondisi rosulullah yang susah dan payah untuk berdiri qiyamullail, hingga Aisyah r.a melihat kaki rosulullah bengkak-bengkak. Saat itu aisyah bertanya kepada rosulullah “bukankan engkau sudah dijamin masuk syurga?, sampai kau bersusah payah seperi ini?” kemudian rosulullah menjawab “Ya 'Aisyah, bukankah aku ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur”. Maha suci Allah yang memberikan kepada kita nikmat. Itulah argumentasi sorang hamba yang menyadari betul bahwa kita di ciptakan dan semua nikmat yang diterima berasal dari Sang Pencipta yang Maha Rahman dan Rahim yaitu Allah, Kalau yang dijamin Masuk syurga menyadari Argumentasinya kepada Allah sebagai Hamba, lalu Bagaimana Argumentasi kita kepada Allah? Mudah-mudahan Romadhon menyadarkan kita beraegumentasi kepada Allah tentang hakikat menjadi seoang Muslim.
Kedua, Kesadaran Kebermanfaatan sebagai seorang Muslim.
Saat kita sekolah, setiap kita lewati jenjang dari SD, SMP, SMA, hingga kuliah bahkan, ada sesuatu yang membuat kita beda dengan tingkat-tingkat jenjang yang telah kita lewati, yaitu kedewasaan bersikap dan pemahaman tentang pengalaman hidup yang semakin banyak. Jenjang-jenjang pendidikan yang telah kita alami dengan sendirinya menuntut kita jadi lebih baik. Terkadang , tuntutan jenjang-jenjang pendidikan itu membuat kita berfikir akan dunia, bagaimana mencari kerja, mendapatkan uang dan memperoleh kekayaan. Dari situ juga kita mesti berkaca, seringnya kita melewati romadhon apakah kemudian kekuatan amal untuk bermanfaat kepada orang lain semakin bertambah, atau malah berkurang?
Seringnya kita melewati romadhon seharusnya bisa mendidik jiwa ini menjadi orang-orang yang bermanfaat, karena kita tau bahwa madrasah (pendidikan) romadhon bukan hanya bulan musiman yang tak membuat kita taat kepada Allah pada bulan itu saja. Kekuatan kebermanfaatan kita semakin kuat ketika bulan romadhon kita jadikan penyadaran akan kebermanfataan kita sebagai muslim. Hingga kita terus-menurus menjadi manusia yang bermanfaat untuk Allah, Rosul, dan Orang-orang di sekitar kita.
Ketiga, Kesadaran akan Amal sebagai seorang Muslim
“Jika kamu berbuat baik ( berarti ) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri” ( QS Al Isra : 7 )
Kesadaran yang benar terhadap seorang muslim adalah kesadaran beramal dalam setiap aktivitas. Sebagai seorang Muslim, capaian taruhan jiwa untuk beramal untuk akhirat melebihi kerja-kerja mereka untuk dunia. Seharusnya kita tau yang membuahkan hasil dalam timbangan dalam akhirat dalah amal-amal sealama didunia. Selama ramadhan yang kita lewati pernahkah romadhon menjadikan kita menjadi orang yang amal dan kecintaan kepada Allah dan Rosulullah semakin bertambah?. Siapa yang bisa menjamin diri kita masuk syurga, dan siapa yang menjamin setiap amal kita di terima dan diridhoi, kita semua tak tau mana amal-amal yang di hitung pahala oleh Allah. Sebagai seorang muslim, kesadaran untuk meningkatkan amal-amal adalah kewajiban setiap saat yang hadir dari kesadaran hati yang tulus. Dengan seperti itu kesadaran akan beramal terus melekat pada jiwa-jiwa setiap muslim.
Keempat, Kesadaran akan harapan yang akan kita peroleh sebagai seorang Muslim.
Kesadaran harapan apa yang ingin kita peroleh dari menjadi seorang muslim? Tentunya ada harapan jauh di akhirat, ada juga harapan dekat di dunia. Harapan sangat jauh itu adalah surga yang tak ada batasan limit kehidupan.
Setidaknya ketika Romadhon datang, kita mengingatkan akan harapan yang akan datang seabagai muslim terutama pada harapanyang jauh , yaitu Surga
“Sesungguhnya Allah memasukkan orang orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih ke dalam surga-surga yang dibawahnya mengalir sungai sungai. Di surga itu mereka di beri perhiasan dengan gelang gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera. Dan mereka di beri petunjuk kepada ucapan ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji” ( QS Al Hajj : 23-24 )
Relevansi sebagai seorang muslim, pada tataran harapan dekat adalah bagaimana merealisasikan kebermanfaatan kita di dunia. Begitupun, sebagai seorang Muslim kita tidak boleh lupa, bahwa pada akhirnya harapan inti kita adalah harapan yang sangat jauh ; ridha Allah dan surganya. Merenungkan kembali arti menjadi seorang Muslim, pada akhirnya adalah merenungkan kembali tentang harapan harapan jauh dan harapan harapan dekat. Tanpa itu segalanya bisa berubah menjadi sangat hampa dan kontribusi menjadi hanya parade keterpaksaan demi keterpaksaan, tiba tiba bisa berubah menjadi keterlanjuran yang disesali.
Empat kesadaran menjadi seorang muslim tersebut, secara berkelanjutan harus kita asah. Kita memang harus terus merenungkan kembali apa artinya menjadi muslim. Romadhon yang akan datang atau yang akankita lewati seharusnya menjadikan kita senantiasa merenungkan kembali menjadi seorang muslim.
Oleh : Marjuki Khalifaturrahman*
*ketua FSLDK (Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus) se-JADEBEK