Jika Memang Mau Berjuang
Bismillahirrahmanirrahim
“Jika orang lain bisa, saya juga bisa, mengapa pemuda-pemuda kita tidak bisa jika memang mau berjuang.” (Abdul Muis)
Saya sengaja membuka tulisan ini dengan ucapan salah satu pahlawan nasional yang di sampaikan kepada para pemuda – pemuda sulawesi, waktu itu Abdul Muis yang menjabat sebagai anggota Volksraad dan Wakil Serikat Islam menceritakan tentang pengalamanya diluar negeri. Perjuangan memang menjadi perangkat inti dalam menegakan suatu kemauan. indonesia bersatu karena sumpah pemuda diperjuangkan, Indonesia merdeka karena ada yang memperjuangkanya. Jika hari ini kita ingin Indonesia menjadi negara yang sejahtera ,menjadi bangsa yang cerdas , dan berkontribusi untuk perdamaian , tentu harus ada yang memperjuangkanya. Yang menjadi pertanyaan hari ini adalah siapakah yang memperjuangkan itu semua, anda ? saya ? kita ? atau tidak ada sama sekali.
Pejuang sangat identik dengan para pemuda, karena pemuda memang identik dengan semangat yang menggelora , dan reaktif terhadap suatu permasalahan. Para pemuda telah bahu membahu membangun bangsa ini , mereka berestafet membangun pondasi indonesia, dari negeri terjajah menjadi negeri yang merdeka.Perjuangan HOS Cokroaminoto melahirkan Soekarno, Muso , Kartosoewiyo. Perjuangan Ahmad Hasan dan H Agus salim melahirkan Natsir, M.Roem , dan Syarifudin Prawira Negara.Perjuangan KH Ahmad Dahlan melahirkan Ki Bagoes Hadi Koesumo, Jend Soedirman ,dst. Para Pemuda melahirkan Pemuda Baru, Para Pejuang melahirkan Pejuang baru. Saya yakin mereka yang hari ini berjuang dengan tulus untuk indonesia terhubung dengan pejuang - pejuang terdahulu. Baik pengkaderan secara turun temurun atau sekedar mempelajari literatur pemikirin – pemikiran mereka.
Mr. Kasman Singodimedjo pernah berkata “Een leidersweg is een lijdensweg, leiden is lijden”. Jalan seorang pemimpin adalah jalan penderitaan, memimpin adalah menderita. Kisah para pejuang memang identik dengan penderitaan, mereka adalah orang – orang yang telah selesai dengan dirinya sendiri, siap berkorban untuk bangsa dan negaranya.
Haji Agus Salim cuek saja naik gerbong ekonomi bersama rakyat padahal dia Menteri Muda Luar Negeri. Bahkan jika ditanya kenapa naik kereta ekonomi, H Agus salim menjawab “karena tidak ada kereta yang lebih jelek dari ini.” M Natsir sering menggunakan jas penuh tambalan , Tan Malaka senantiasa hidup dalam pelarian, Soekarno berjuang dari pengasingan ke pengasingan, sementara Bung Hatta tak pernah mampu beli sepatu merk Bally sampai akhir hayatnya. Malah bisa jadi mereka tak pernah dapat jatah THR, seperti zaman sekarang. Tapi dalam catatan sejarah, sesusah apa pun hidup mereka, tak pernah ditemukan fakta mereka melakukan korupsi.
Sebenarnya bisa saja mereka memilih untuk menikmati hidup dengan tenang, bekerja mencari uang yang banyak, bertamasya dengan keluarga, atau jalan – jalan ke tempat hiburan. Namun mereka lebih memilih menjadi seorang pejuang dan memberikan manfaat bagi orang lain. Mereka adalah manusia – manusia terididik yang paham tentang hakikat kehidupan. Bagi Mereka Buat apa kita hidup jika tidak memberikan manfaat bagi orang lain, untuk memberikan manfaat tentunya harus ada yang diperjuangkan , dan perjuangan itu butuh suatu pengorbanan.
Lalu bagaimana keadaan pemuda hari ini. Apakah mereka masih berjuang, meneruskan estafet perjuangan para pemuda – pemuda terdahulu? Atau mereka ingin berjuang namun tidak mau berkorban (pragmatis dan oportunis ) ? Pasti masih ada para pemuda yang tulus berjuang dan berkorban untuk Negeri ini. “Jika orang lain bisa, saya juga bisa, mengapa pemuda-pemuda kita tidak bisa jika memang mau berjuang.” (Abdul Muis).
untuk saudara seperjuanganku dimanapun ia berada.