Semakin Sombong Semakin Bodoh
Bismillahirrahmanirrahim
“Naik Haji tidak diperbolehkan menggunakan dana hutang baik dari individu ataupun dari Bank, selain itu juga akan merampas hak orang lain yang sudah mampu untuk berangkat naik haji karena jatah kursi hajinya telah didahului oleh orang yang berhutang.” Kata Uztad.
“tapi uztad bukan kah dana talangan dari Bank itu baik?” Seorang pemuda bertanya.
“Sama sekali tidak ada baiknya “ uztad kembali menjawab.
“Bukankah dana talangan dari bank itu telah menolong orang – orang kurang mampu yang ingin pergi haji.“ pemuda itu semakin tinggi nada bicaranya.
“Apakah kamu termasuk orang yang menggunakan dana talangan tersebut nak?” tanya uztad.
“iya, dan saya sangat tertolong dengan adanya dana talangan tersebut “ jawaban pemuda
“apakah kamu tidak mendengarkan pengajian kita dari tadi, ibadah haji di lakukan hanya untuk mereka yang mampu , jika tidak mampu tidak perlu memaksakaan diri “ jawab sang uztad. Pemuda itu langsung memotong Perkataan sang uztad “tapi tad , menolong orang lain untuk menunaikan ibadah adalah kebaikan.”
Sang uztad membacakan Ayat Suci Al Qur’an “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (Ali-Imran : 97). Ibadah itu dilakukan bukan atas dasar nafsu.” Pemuda itu kembali memotong perkataan uztad. “tapi tad , saya berkeinginan bukan nafsu.”
Dengan nada yang halus uztad menjawab “Perkataanmu sendiri yang menunjukkan bahwa kamu telah memaksakan diri, kamu bilang dana talangan haji berguna bagi mereka yang tidak mampu, sedangkan haji diperuntukan bagi mereka yang telah mampu.bukankah itu nafsu?.” Anak muda itu lagi – lagi memotong perkataan sang uztad tanda tidak setuju “tapi tad.”
****
Subhanalloh atas segala nikmat ilmu yang Allah berikan kepada umat manusia. Sangat menarik jika kita memperhatikan dialog antara pemuda dan sang uztad. Entah mengapa bukan hukum tentang dana haji yang penulis pahami dari dialog tersebut. Tetapi keangkuhan/Kesombongan, hidayah Allah, dan Ilmu.
Tentu kita pernah mempelajari kisah Nabi Adam as. Dalam kisahnya diceritakan bagaimana iblis dengan sombongnya merasa lebih tinggi derajatnya dari pada manusia yang diciptakan dari tanah. Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang Dia Engkau ciptakan dari tanah". (Al A’rof:12)
Sombongnya setan menunjukkan bahwa kesombongan sangat dekat sekali dengan kebodohan. “Siapakah yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah ? (An-Nisa :87) . “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91). Pada Hakikatnya ilmu adalah suatu kebenaran, dan kesombongan telah menjauhkan kita dari ilmu.
Bencana Kesombongan juga akan menghambat manusia untuk menerima hidayah dari Allah Swt. “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku)[569], mereka tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.” (Al –A’rof : 146)
Sungguh sifat sombong harus dijauhi oleh seluruh kaum mukmin, karena akan menyesatkan dirinya dalam kebodohan. Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya menyuruh kita untuk menguji diri apakah masih terdapat kesombongan dalam diri kita dengan cara melakukan perdebatan dengan orang lain. “menguji dirinya dengan cara berdebat dengan orang lain hinggat terlihat apakah ia masih marah ketika munculnya kebenaran itu berasal dari pihak lain, dan apakah ia merasa ingin terus menguasainya atau tidak.”
Dialog antara Sang uztad dan pemuda di atas menunjukkan betapa sombongnya anak muda itu ketika nasihat datang kepada dirinya. Menolak ilmu adalah suatu kesombongan, menolak kebaikan adalah suatu kecongkakkan. Andai saja pemuda itu tahu hidayah itu menghampiri dirinya, andai saja ia tahu kasih sayang Allah datang menghampiri dirinya. Namun kesombongan telah membuat hatinya gelap dan menolak kasih sayang Allah.
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan hati sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berlaku zhalim atas yang lain.”
(H.R. Muslim no. 2588)
follow me on twitter @ihsanamuslim