Beda itu hina kah?
Kesekian kalinya aku berada di suatu tempat dimana aku hanya bisa menjadi pasif, mereka menentang semua omonganku, bukti nyata tlah ada, namun tetap saja mereka tidak mau mendengar, menganggap mereka paling benar, dan benar saja mereka sudah terlalu nyaman untuk tidak berbuat apa-apa.
Mahasisawa bisa melakukan apa? Belajar dulu yang betul, kalo udah lulus baru bias memperbaiki Negara. Namun kenyataannya sekarang, kaum muda tidak diberikan kesempatan sedikit pun untuk berbicara, untuk menentukan pilihan atas hidupnya sendiri. Menentang kodrat Tuhan, Tuhan saja tidak pernah mengambil hak-hak manusia secara utuh, namun kenapa manusia dengan tubuh ciptaanNya bertindak semena-mena.
Masih saja aku merasa tersisihkan, orang kolot, terlalu visioner, kurang bersyukur dan ujung-ujungnya dibilang kafir. Sungguh hidup membuatku tak mampu menikmati hidup, disana-sini hanya gurauan, tak ada satupun ucapan yang mampu ku percaya, entah pikiranku yang terlalu kotor, atau ucapanku yang benar-benar hina, yang aku tahu aku hanya menyuarakan kenyataan, kepada mereka yang sudah nyaman dengan jabatan dan bingung untuk bergerak.
Kenyataannya, jujur memang membuatku serba salah, tak jujurpun membuatku semakin salah, lalu harus bagaimana lagi agarbisa diterima. Sungguh ku tak berdusta
Sungguh sampai mati aku tak menyangka, emosi kalian yang tak pernah dijaga, hingga kini tak dapat ku terima, haruskah ku terluka agar kalian bahagia?
Kawan, harusnya kau percaya dengan kenyataan yang sebenarnya, semestinya kita jujur bicara tanpa takut apabila kaki kita di patahkan, tangan kita di rantai, mulut kita dibungkam, bahkan lidah kita dipasung tanpa adanya alasan.
Penulis adalah : Fitri Febriyanti , Mahasiswi Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang
@PebieFebriArtikel yang sedang Anda baca saat ini merupakan salah satu kontribusi karya tulis yang dikirimkan ke redaksi Pena Aksi. Ingin berpartisipasi? Ikuti petunjuknya di sini.