Jihad Imam Ibnu Taimiyah
Syaikh Ibnu Taimiyah adalah seorang mujadid(pembaharu) yang paling menonjol di zamannya, kemudian diikuti oleh yang lainnya. Selain mumpuni dalam berijtihad, pionir dalam keilmuan dan berkedudukan tinggi di kalangan ahli ilmu, ia juga berjihad memerangi para penjajah dengan segenap jiwa dan pedangnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah banyak melakukan jihad. Dialah seorang alim dan mujahid yang memadukan antara pedang dan pena. Ada sejumlah aktivitas jihad Ibnu Taimiyah, diantaranya dalam Perang Qazan (699H), Perang melawan Tartar pada 700 H, dan Perang Syaqhab (702 H). Pada tulisan kali ini akan dipaparkan secara ringkas Perang Syaqhab.
Di antara peristiwa jihad yang dilakukan Ibnu Taimiyah adalah ketika Tartar dan tentaranya datang untuk ketiga kalinya ke Syam tahun 702 H. Orang-orang ketakutan. Maka tentara Syam dan Mesir bersiap-siap untuk menyerang mereka. Pasukan Islam diliputi rasa was-was, ragu-ragu dan takut, maka Ibnu Taimiyah memperteguh hati mereka dan menjanjikan kemenangan kepada mereka dengan membacakan firman Allah:
“Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah (kuasa) memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan bahwasanya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Al Hajj : 61)
Hingga Ibnu Taimiyah bersumpah kepada Allah dengan mengatakan bahwa mereka pasti menang. Lalu para pemimpin berkata kepadanya, “Katakan insya Allah.” Dia menjawab, “Saya mengatakannya untuk mempertegas bukan mengomentari.” Maka tenanglah hati dan jiwa mereka. Tetapi rasa was-was masih meliputi mereka dari segi lain yang mereka pertanyakan, “Bagaimana hukumnya memerangi kaum Muslimin? Bukankah itu dilarang secara syariat?” Mereka mengatakan seperti itu seakan-akan posisi mereka sebagai penyerang bukan sebagai orang yang mempertahankan diri.
Maka dari itu Ibnu Taimiyah maju ke depan dan menjelaskan dengan berani hakikat syar’i dalam memerangi mereka seraya berkata, “Mereka semua itu seperti orang-orang Khawarij yang keluar dari kelompok ali dan Muawiyah, serta berpendapat bahwa mereka lebih berhak memimpin daripada mereka berdua.” Begitu juga Tartar, mereka mengira bahwa mereka lebih berhak untuk menegakkan kebenaran daripada Muslim lainnya, sehingga mereka mencela orang-orang Islam dan menganggap mereka telah berbuat maksiat dan kezaliman. Padahal apa yang mereka lakukan itu lebih zalim dan lebih maksiat berlipat ganda.
Kemudian secara terus terang dia mengatakan, “Jika kalian melaihatku berada di sisi Tartar dan di kepala saya ada Al-Quran, maka bunuhlah saya.”
Maka bergeraklah hati mereka dan bangkitlah semangat mereka untuk mempertahankan Islam. Kemudian Ibnu Taimiyah sendiri keluar ke medan perang dengan penuh semangat. Tidak ada orang sepertinya, yang menyeru agar tidak takut berjihad lalu dia sendiri turun ke medan perang, sehingga orang-orangpun maju ke depan untuk bisa syahid dalam rangka menegakkan agama dan meninggikan bendera Islam.
Ibnu Taimiyah pergi ke Marjushafir, suatu tempat dekat Damaskus. Peperangan dimulai, yaitu perang yang dalam sejarah dikenal sebagai Perang Musyqajab (Syaqab), terjadi pada tanggal 2 Ramadhan tahun 702H. Kedua tentara itu bertemu dan Ibnu Taimiyah berdiri menghadapi maut dan berperang. Dia meneguhkan hati orang-orang yang ada di sekelilingnya dengan penyerangan dan perbuatannya. Sebelum peperangan itu, dia menemui sultan dan mengajaknya agar berjihad dan berperang serta mengusir musuh-musuh yang berdosa, karena telah sampai berita padanya bahwa sultan ragu-ragu dalam berperang. Maka dengan motivasi itu, sultan menjadi bersemangat dan meminta kepad Ibnu Taimiyah untuk berada di sampingnya ketika berperang. Lalu Syaikh berkata, “Disunnahkan bagi seorang pejuang untuk berdiri di bawah bendera kaumnya dan kami adalah bagian dari tentara Syam, tidak berdiri kecuali bersamanya.”
Tentara dan pemimpin-peminpinnya menyuruh mereka agar membatalkan puasa agar mereka kuat melakukan peperangan. Diriwayatkan kepada mereka sabda Rasulullah Saw kepada sahabat,“Sesungguhnya kalian akan menghadapi musuh, maka berbuka akan menjadikan kalian lebih kuat.” Ibnu Taimiyah mengelilingi tentara dan memakan makanan yang dibawanya bersama mereka untuk menjelaskan bahwa jika mereka berbuka itu lebih utama agar mereka kuat dalam berperang.
Peperangan terjadi dan Ibnu Taimiyah ikut serta didalamya. Dia dan saudaranya menghadapi kematian dan diuji dengan ujian yang baik. Penduduk Syam dan tentara Mesir percaya kepada apa yang dijajikan Allah kepada mereka. Peperangan berlangsung selama empat hari, hingga ketika datang waktu Ashar hari keempa, Allah memberikan kemenangan kepada tentara Syam dan Mesir, sedangkan tentara Tartar terpukul mundur hingga ke gunung dan bukit. Tentara an-Nashir dan Ibnu Taimiyah mengejar mereka dan membabat leher mereka dan melempari mereka dari satu arah, hingga akhirnya muncullah fajar kemenangan. Seseorang menyuarakan azan: “Allahu Akbar, Hayya ‘ala ash-Shalah.”
Dengan pengumuman itu, hilanglah rasa cemas dan bahaya yang dikhawatirkan dari Tartar. Itulah kekalahan telak tentara Tartar yang berakhir dengan kerugian besar. Setelah itu mereka tidak lagi bisa berdiri tegak, sehingga dunia Barat dan Timur aman dari serangan mereka. Keikutsertaan Ibnu Taimiyah dalam Perang Syaqhab menjadi aktivitas jihadnya yang paling hebat.
Saat ini kita merindukan hadirnya ulama seperti Imam Ibnu Taimiyah.