Babak Baru Regionalisme ASEAN
Pertumbuhan Ekonomi ASEAN memang terbilang cepat. Konsistensi ini juga ditunjukan oleh Indonesia yang pertumbuhan ekonominya ada di angka 6% setiap tahun. Dalam pendapat penulis, ASEAN adalah Regionalisme kedua terbesar setelah Uni Eropa. Apabila Uni Eropa sedang menjadi pasien dari krisis global seperti saat ini, maka bisa jadi ASEAN muncul dari Timur sebagai Regionalisme ekonomi terbesar dunia.
Pada saat kita membicarakan soal ASEAN. Sebenarnya ASEAN sudah membentuk Regionalisme menakutkan di dunia yang bernama China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA). Regionalisme ini sempat menarik respon khusus dari Washington. Jumlah populasi China dan ASEAN yang digabungkan dalam kerangka ekonomi seakan menjadi mesin ekonomi terkuat di dunia.
Rahasia umum jika Indonesia dan China adalah 2 Negara yang memiliki pertumbuhan tercepat di dunia saat ini. Kedua negara ini masuk ke dalam kerangka perdagangan di CAFTA. Bisa di bayangkan jika CAFTA yang telah beroperasi secara resmi pada tahun 2010 kemudian memperlebar kerangka dagangnya 20 tahun mendatang.
Melambatnya Ekonomi Amerika Serikat dan Uni Eropa yang disebabkan oleh krisis global pada tahun 2008, menyebabkan mereka memerlukan titik tumpu untuk menyeimbangkan kembali ekonomi mereka. Beberapa ekonomi berpandangan bahwa krisis global di Amerika Serikat dan Uni Eropa akan berlangsung cukup lama. Uni Eropa sendiri mengalami friksi tajam secara internal dalam menentukan kebijakan bailout kepada negara-negara yang sudah sistemik.
Negara-negara di Asia menjadi incaran dari Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk bisa terjalin kerjasama ekonomi yang besar. Sayangnya, negara-negara di Asia sudah sejak lama menentukan nasib mereka. Sebagai contoh CAFTA sudah dibahas sejak Tahun 2005. Hal ini tentu saja menjadi persoalan yang sia-sia karena ASEAN memiliki diplomasi yang khas dengan kekuatan ekonomi yang besar seperti saat ini.
Pada pertemuan di Phnom Penh, Kamboja, satu tahun yang lalu, muncul gagasan yang bernama US-ASEAN Expanded Economic Engagement (E3). Gagasan yang dilontarkan pada tahun 2012 ini tentu saja menarik komentar dari China yang sudah lebih dahulu menjalin kerjasama ekonomi dengan ASEAN. Perseteruan China dan Amerika Serikat ini memang merupakan perebutan citra dunia dalam kerangka ekonomi.
Mayoritas Negara-negara ASEAN tentunya lebih nyaman melakukan kegiatan perdagangan dengan China dibandingkan dengan Amerika Serikat walaupun ASEAN sedang memiliki konflik Laut Cina Selatan. Amerika Serikat masih sering menjadi penghambat dari kemajuan produk-produk negara berkembang karena kebijakan lisensinya.
Baru-baru ini Indonesia digugat oleh Amerika Serikat sampai dengan masuk ke Panel WTO perihal produk Hortikultura. Amerika Serikat tidak memberikan kesempatan kepada negara berkembang seperti Indonesia untuk berdaulat. Padahal di dalam WTO ada kebijakan Special & Differential Treatment (S&D) bagi negara berkembang.
Hal-hal tersebut tentu saja akan menjadikan Amerika Serikat sulit untuk dapat mendekati negara-negara ASEAN karena memiliki rekam jejak yang kurang baik selama ini. Sehingga CAFTA akan semakin kokoh menjadi Regionalisme dunia di bawah pengarus China.
M.Reza S.Zaki S.H. (@RezaSZaki)
Mahasiswa Pascasarjana HI Universitas Gadjah Mada Minat Khusus Diplomasi Perdagangan Internasional.
Artikel yang sedang Anda baca saat ini merupakan salah satu kontribusi karya tulis yang dikirimkan ke redaksi Pena Aksi. Ingin berpartisipasi? Ikuti petunjuknya di sini.
Artikel yang sedang Anda baca saat ini merupakan salah satu kontribusi karya tulis yang dikirimkan ke redaksi Pena Aksi. Ingin berpartisipasi? Ikuti petunjuknya di sini.