Malapetaka Memporak-Porandakan Masyarakat (1)
Wahai mereka yang telah ridla Allah sebagai Rabbnya, dan Islam sebagai diennya, serta Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya. Ketahuilah, bahwasanya Allah telah menurunkan ayat dalam Surat Al Hujurat :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al Hujurat : 11)
Surat ini (yakni Al Hujurat), meski pendek dan sedikit ayatnya, namun berat bobotnya dalam timbangan Ar Rahman. Berat sekali jika ditinjau dari sisi pembinaan umat manusia. Sebuah masyarakat baik masyarakat jahiliyah atau masyarakat Islam, tidak mungkin bisa tegak jika tidak berjalan mengikuti langkah-langkah sistem yang mulia ini dan ayat-ayat yang berat dalam timbangan Allah baik ini, di dunia maupun akhirat.
Masyarakat itu terbentuk dari banyak individu. Dan tidak akan terbentuk suatu masyarakat, selama tidak ada ikatan yang erat, pertalian yang kuat, dan hubungan yang mendalam antara individunya. Dimana ikatan yang erat, pertalian yang kuat serta hubungan yang mendalam antara individunya itu menjaga bangunan masyarakat tersebut dari keruntuhan dan melindungi dari kehancuran dan kemusnahan.
Dua Ayat Saja.
Dua ayat saja di dalam Surat Al Hujurat yang menunjukkan makna yang dalam pada kehidupan manusia. Bagaimana manusia membangun masyarakat Islam? Bagaimana seseorang itu hidup di tengah-tengah masyarakat muslim ? Yang ditegakkan di atas landasan mahhabah (kecintaan). Yang dipertalikan di atas landasan mawaddah kasih sayang). Jika harakah Islamiyah tidak mengikuti sistem ini, dan tidak menjadikannya sebagai manhaj (khususnya dua ayat itu) maka tidak akan wujud suatu masyarakat muslim dan tidak akan wujud suatu Harakah Islamiyah, tidak akan sampai sasarannya serta tujuannya di persada bumi untuk selamanya.
Sesungguhnya hubungan diantara orang muslim dengan muslim yang lain, tegak di atas landasan mahabbah. Maka dari itu, jika Baitul Muslim (rumah tangga muslim) yang jumlahnya tidak lebih dari jumlah jari-jari tangan, jika harakah Islamiyah yang jumlah anggotanya tidak lebih dari seratusan atau seribuan personil, jika masyarakat muslim yang membentuk inti-inti kehidupan bagi seluruh alam, hendak berdiri tegak di atas fondasi yang kokoh dan menancapkan kemapanannya di muka bumi secara mendalam, maka mereka harus beriltizam pada dua ayat tersebut.
Jika keluarga muslim tidak memperhatikan dua ayat tersebut, maka keluarga tersebut akan berubah menjadi persekutuan ekonomi, bahkan terkadang tanpa mendapatkan bayaran. Semua menjalankan peranannya dengan berat hati karena kejemuan telah melanda dan kebosanan telah mematikan semangatnya. Dan semua berangan-angan untuk mendapatkan waktu yang tepat untuk melepaskan diri dari kehidupan yang menjemukan tersebut.
Demikian juga halnya, jika Harakah Islamiyah tidak memperhatikan dua ayat tersebut, mereka akan berubah menjadi perkumpulan ekonomi, yang tidak mempunyai modal serta tidak memberikan gaji kepada personelnya. Masing-masing personel menjalankan peran yang dibebankan di pundaknya dengan berat hati, dan merasa tanggung jawab yang terletak di pundaknya itu bagaikan gunung. Dan merasa da’wah yang dia kerjakan, bagaikan pelepas nyawa yang akan membinasakan kehidupan serta mengancam kemapanannya.
Tidak mungkin bagi Harakah Islamiyah dan rumah tangga muslim senantiasa hidup dalam keadaan demikian dan terus menerus demikian, pasti para personelnya akan terlepas satu demi satu, para anggota akan tercerai berai, pertemuannya tercabik-cabik dan mereka akan hilang tiada bekas.
Dua ayat mulia ini adalah :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Hujurat : 12)
Sedangkan ayat yang lainnya telah tercantum pada pembukaan, yakni surat Al Hujurat ayat 11, yang mengandung tiga inti persoalan yaitu larangan mencela, larangan memperolok-olok, serta larangan panggil memanggil dengan gelaran yang buruk.
Syaikh DR.Abdullah Azzam