Membangun Organisasi yang Berkelanjutan
Oleh: Muhammad Ghufron Mustaqim
Ketika kita membangun organisasi, tentunya kita ingin agar organisasi kita bisa bertahan lama dan berkelanjutan, tidak hanya bertahan 3 atau 5 tahun saja. Begitu juga yang saya inginkan di organisasi Forum for Indonesia; saya ingin agar organisasi kepemudaan ini terus lestari selama masih ada Indonesia dan generasi muda. Dua tahun lalu saya membaca buku yang sangat menarik, membahas tentang apa yang membedakan organisasi yang berkelanjutan dengan organisasi yang hanya bertahan sebentar? Buku Built to Last karya Jim Collins, dengan dukungan riset komprehensif selama enam tahun, menemukan beberapa kunci krusial agar organisasi kita berkelanjutan. Tulisan ini akan mereviu hikmahyang saya dapatkan dari buku ini.
Riset Jim Collins dilakukan dengan menguji perusahaan-perusahaan di AS, apakah mereka lolos ujian waktu dan memiliki performa baik sepanjang ia berdiri. Terdapat sepuluh perusahaan yang lolos tes tersebut. Rata-rata umur mereka mendekati 100 tahun dan memiliki performa (profitabilitas dsb) yang sangat baik. Perusahaan tersebut ialah Hewlett-Packard, 3M, Motorola, Procter & Gamble, Merck, Nordstrom, Sony, Disney, Marriott, and Wal-Mart. Collins ingin menjawab pertanyaan apa yang membedakan mereka dengan para kompetitornya dulu yang hanya berumur sementara, jatuh, dan tidak eksis lagi. Nilai-nilai yang menjadi temuan Collins dalam riset ini dengan demikian merupakan nilai-nilai fundamental yang telah terbukti membantu perusahaan-perusahaan diatas menghadapi turbulensi, ketidakpastian, dan merangkul perubahan.
Meskipun riset ini dilakukan pada konteks perusahaan, tetapi insights yang disampaikan sangat relevan bagi organisasi-organisasi sosial kita. Karena pada dasarnya perusahaan juga salah satu jenis organisasi, yang memiliki motif akumulasi laba. Sementara organisasi sosial, memiliki motivasi menciptakan manfaat dan perubahan sosial.
Make the organization itself the ultimate project
November 2011 lalu, menjelang Grand Launching Forum for Indonesia, Mas Iwan Setyawan (Penulis Buku 10 Autumns 9 Summers) yang ketika itu akan berbicara di forum bertanya kepada saya, “Apa hal unik dan program unggulan Forum for Indonesia?” Jujur ketika ditanya seperti itu saya bingung, jawaban saya diplomatis bahwa ini adalah organisasi anak muda Indonesia yang mewadahi semangat dan idealisme mereka untuk berkontribusi bagi masyarakat sekitarnya. Saya tidak bisa memberikan contoh riil dan konkret, program unggulan dan unik seperti apa yang akan Forum for Indonesia kerjakan. Jawaban saya terasa kurang meyakinkan. Mungkin kalau ini adalah ide bisnis dan saya harus pitching di depan investor, tidak ada yang tertarik dengan jawaban umum saya tersebut.
Tetapi ternyata, menurut Collins, organisasi-organisasi yang visioner dan berkelanjutan tidak diawali dengan proyek besar, rancangan program unggulan, ataupun value proposition yang unik dari produk mereka. Temuan paling penting mereka adalah organisasi itu sendiri dan pendiriannya. Dalam bahasa Collins, “Their primary accomplishment is not the implementation of a great idea…. It is the company itself and what it stands for.” Dalam risetnya, Collins menemukan hanya 3 dari 18 organisasi visioner yang memulai dengan gagasan besar. Apa yang dikatakan Collins ini adalah hal yang juga saya yakini dan yang saya sampaikan ke teman-teman di organisasi untuk lebih memantapkan kepercayaan diri. Walaupun tidak dimulai dengan program unggulan dan hal unik, saya yakin bahwa Forum for Indonesia bisa memberikan sesuatu untuk Indonesia pada saatnya.
Rasionalisasi dari temuan riset itu adalah bahwa proyek dan program dalam organisasi sifatnya sangat fleksibel. Apabila setelah di-launching gagal, maka ia diperbaiki atau diganti dengan proyek dan program yang sama sekali baru. Apabila setelah di-launching sukses, proyek dan program bisa di scale-up. Yang paling penting untuk bisa mengizinkan hal itu terjadi adalah adanya organisasi. Tanpa adanya organisasi, eksperimentasi tidak bisa dimungkinkan. Apa yang mumungkinkan Thomas Alva Edison untuk melakukan eksperimentasi sehingga sukses membuat bohlam lampu setelah ribuan kali percobaan yang gagal adalah organisasi yang ia miliki berupa research & development department. Melalui divisi riset dan pengembangan itu pula Edison bisa menemukan dan mendapatkan hak paten untuk fonograf, film, baterai alkaline, dan penyebaran listrik. Divisi ini adaah cikal bakal perusahaan General Electrics, perusahaan terbesar ke-3 di dunia menurut Forbes Global 2000. Dengan demikian, ultimate and the most important product dari organisasi kita bukanlah proyek atau program yang dikerjakan, tetapi ada pada terbangunnya organisasi itu sendiri.
Build your organization around a core ideology
Collins menemukan 17 dari 18 organisasi yang visioner dan berkelanjutan memiliki ideologi yang begitu kental dan mengakar diantara para penggerak organisasi tersebut, dari level pimpinan paling atas hingga yang paling bawah. Ideologi yang dimaksud adalah kepercayaan dan tatanan nilai yang dipeluk dan dipraktikan seperti layaknya seorang beriman yang meyakini agamanya. Misalnya Procter & Gamble sangat berkomitmen menciptakan produk yang unggul dan 3M berkomitmen dalam inovasi. Di Indonesia, salah satu contoh yang sangat relevan adalah Muhammadiyah—organisasi Islam modern dan moderat yang memiliki amal usaha terbesar di Indonesia yang berdiri sejak 1912. Organisasi ini memiliki semangat ijtihad (pembaharuan) sebagai idelogi intinya yang menjadi sumber kekuatan untuk berkarya. Berkat semangat yang mengakar di antara para pimpinan dan anggotanya, Muhammadiyah menjadi organisasi keagamaan terkaya kedua di dunia (yang pertama adalah Vatikan) dengan ribuan sekolah, ratusan perguruan tinggi serta rumah sakit, dan properti tanah sekitar 2.100 hektar (hampir seluas Kota Yogyakarta).
Build a cult-like culture
Organisasi visioner dan berkelanjutan memiliki budaya pengkultusan. Tetapi yang dimaksud disini bukanlah budaya mengkultuskan figur pemimpin, misalnya pendiri organisasi. Yang dimaksud adalah budaya mengkultuskan ideologi yang dimilikinya. Telah banyak organisasi yang memiliki pernyataan nilai, visi, dan misi misalnya, tetapi sedikit dari mereka yang secara serius memperhatikan. Dengan kata lain kita harus menjadikan idelogi organisasi tidak sebatas ditulis di dokumen-dokumen formal atau dipajang di dinding kantor, tetapi menjadi ruh yang menghidupi dan menjadi nafas yang menyuplai semangat organisasi. Seperti Apple yang sangat fanatik untuk membuat produk yang simpel, mudah digunakan, dan berdesain elegan. Seperti Indonesia Mengajar yang konsisten mempercayai bahwa iuran terbaik bagi perbaikan pendidikan Indonesia adalah iuran kehadiran—bukan hanya iuran uang dan donasi buku. Dan seperti Nahdhatul ‘Ulama yang meyakini bahwa nilai-nilai tradisional bisa tetap selaras dengan nilai-nilai Islam.
Homegrow your management
Ini berkaitan dengan perkaderan di dalam organisasi. Hanya 2 dari 18 organisasi visioner yang Collins temukan, menyerahkan posisi pucuk pimpinan kepada orang yang berasal dari luar organisasi karena kurangnya kader dari dalam yang pantas dan berkualitas. Collins menemukan bahwa di organisasi-organisasi yang kurang sukses, mereka memiliki kemungkinan enam kali lebih banyak untuk mengambil talents dari luar untuk menjadi pemimpin baru organisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari organisasi visioner yang berkelanjutan sangat memperhatikan perkaderan internal sehingga bisa melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan. Selain itu mereka juga tidak percaya bahwa pemimpin-pemimpin dari luar bisa memberikan perspektif baru yang dapat membantu organisasi berinovasi dan membuat kemajuan. Pemimpin-pemimpin organisasi ini selain fokus pada program atau proyek yang sedang dilakukan, mereka juga fokus untuk mendidik generasi selanjutnya untuk menggantikan perannya nanti dan peran-perang penting lain di organisasi.
Stimulate progress through BHAGs, experimentation, and continuous improvement
Selain memiliki ideologi yang mengakar, organisasi yang visioner juga memiliki Big Hairy Audacious Goals (BHAGs). Ia adalah ambisi yang kuat dan menggairahkan untuk membuat prestasi yang luar biasa. Yang perlu digaris bawahi dalam membuat BHAGs disini bukan pada membuat BHAGs yang tepat atau benar, tetapi membuat BHAGs yang jelas sejelas kristal, menarik, dan imiginatif. Misalnya Henry Ford, pendiri Ford Motor Company, di awal abad-21 membuat BHAGs bagi perusahaannya: “Menggantikan seluruh kereta kuda di jalan-jalan AS dan dunia, dengan mobil Ford.” Ini adalah ambisi yang kuat agar Ford bisa berkembang pesat. Walaupun sekarang memang BHAGs itu tidak menjadi kenyataan (karena banyak mobil kompetitor lain di jalan-jalan), tetapi BHAGs itu telah menjadi bahan bakar semangat para pekerjanya untuk menjadikan Ford perusahaan otomotif terkemuka di dunia. Saat ini Ford menduduki peringkat kelima dunia pabrik otomotif terbesar dari segi hasil penjualan.
Organisasi juga harus menciptakan lingkungan yang kondusif dan mendukung bagi para penggeraknya untuk melakukan eksperimen-eskperimen. Salah satunya dengan mengapresasi pembuat kegagalan dalam suatu eksperimen, alih-alih menghukumnya. Kesalahan-kesalahan dimaklumi, kerugian diterima. YouTube dulu bermula dari website untuk membantu menemukan jodoh (dating site), bukan tempat upload, share, and view video yang sangat apik seperti saat ini. Hanya dengan membangun kultur demikian, organisasi bisa terbuka dengan inovasi-inovasi yang disruptive. Dan melalui inovasi itulah organisasi dapat melakukan perbaikan terus-menerus agar menjadi cutting-edge.
Embrace the genius “of the and”
Di dalam kutipan bukunya, Collins menulis: “A truly visionary company embraces both ends of a continuum: continuity and change, conservatism and progressiveness, stability and revolution, predictability and chaos, heritage and renewal, fundamentals and craziness.” Yangdimaksud dari pernyataan diatas adalah bahwa organisasi yang visioner dan berkelanjutan sangat mengedepankan prinsip “both-and”, alih-alih “either-or”. Saat ini dari beberapa organisasi yang saya amati, karena ingin berkembang, bermaksud menyesuaikan diri dengan keadaan saat sekarang. Menurut mereka, untuk bisa menjadi lebih modern, mereka harus meninggalkan ideologi yang dianut dan mengantarkan organisasi tersebut hingga saat ini. Berdasarkan pernyataan Collins di atas, rencana tersebut menyalahi syarat organisasi yang visioner dan berkelanjutan. Karena organisasi-organisasi hebat ini tidak mempertanyakan mengubah ideologi untuk kemajuan atau mempertahankan ideologi dengan konsekuensi keterbelakangan. Mereka yakin bahwa mereka dapat tetap mempertahankan ideologi di saat yang sama melakukan penyesuaian diri dan inovasi.
Keenam prinsip diatas adalah temuan Jim Collins tentang apa yang membedakan antara organisasi-organisasi visioner dan berkelanjutan dengan organisasi-organisasi yang kurang sukses. Silahkan membaca bukunya atau kutipan bukunya untuk lebih memahami prinsip-prinsip di atas. Semoga dengan ilmu ini, kita bisa membuat organisasi kita lebih langgeng dan berhasil.
#FutureShaper adalah program dari Forum for Indonesia yang
merupakan edisi tulisan-tulisan tentang kepemimpinan dan manajemen.
Edisi ini ditulis untuk menjadi salah satu bahan inspirasi dan diskusi
bagi teman-teman yang ingin mengawali petualangan menjadi pemimpin di
lingkungan kita masing-masing.