Hadiah Terbaik
oleh Alwi Alatas
Tak ada hadiah yang lebih indah di mata orang tua dibandingkan apa yang terbaik bagi anak-anak mereka
Itu juga yang dirasakan oleh seorang Muslim Indonesia yang bersama keluarganya tinggal di Australia. Hidup di negeri yang budayanya liberal dan masyarakatnya berbeda agama tentu menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga Muslim yang hidup di negeri Kangguru. Bisa saja anak yang sudah dididik sebaik mungkin di rumah mendapat pengaruh negatif di luar rumah dan akhirnya mengabaikan nilai-nilai keluarga. Terlebih lagi jika keluarganya sendiri tidak memiliki nilai dan relijiusitas yang baik.
Orang yang kami ceritakan ini menjalani hari-harinya di Australia sebagaimana kebanyakan orang-orang Indonesia lainnya. Namun, selama tinggal dan bekerja di Australia itu ia justru makin banyak belajar tentang Islam, agamanya yang dianut sedari kecil. Makin lama perhatiannya terhadap agama menjadi semakin mendalam. Tentu saja ia berharap hal yang sama juga dirasakan oleh anggota keluarganya yang lain, oleh istri dan anak-anaknya.
Ia memiliki seorang anak perempuan yang sudah beranjak remaja. Betapa besar keinginannya agar sang anak mengenakan jilbab dan menutup auratnya. Keinginannya itu semata-mata karena menutup aurat merupakan tuntunan dari-Nya dan akan membawa banyak kebaikan bagi orang-orang yang menjalankannya.
“Kenakanlah jilbab wahai anakku,” anjurnya pada sang anak. Tapi setiap kali itu juga anaknya menggelengkan kepala.
”Aku belum siap, Papa,” ujarnya. ”Mungkin suatu saat nanti.”
Sang ayah tak ingin memaksakan kehendaknya, karena ia ingin anaknya menjalankan ajaran agamanya dengan tulus dan penuh kesadaran. Ia bersedia untuk menunggu, walaupun ia tak tahu untuk berapa lama. Ia memutuskan untuk bersabar sembari terus berdoa dan memberi bimbingan pada sang anak.
Pada salah satu liburan sekolah, anak gadisnya itu berlibur ke Bandung tanpa didampingi oleh orang tuanya. Ketika berada di kota kembang tersebut, sang anak menyempatkan diri menelpon ayahnya.
“Papa mau dibawakan apa dari Bandung?” tanyanya pada sang ayah.
“Ah … nggak usah,” jawab sang ayah apa adanya. “Nanti kalau mau pulang, kasih tahu saja tanggal dan waktunya.”
Maka pada tanggal kepulangan sang anak ke Australia, ayahnya menjemputnya di Sidney International Airport. Ia menanti anaknya dengan penuh rasa rindu. Tentu ada banyak cerita yang dibawanya dari tanah air. Tentu ia merasa senang selama berada di Indonesia.
Pesawat yang ditumpangi anaknya sudah mendarat sejak beberapa waktu yang lalu. Ia mencari-cari anaknya di antara para penumpang yang berjalan keluar dari pintu bandara. Sekian lama dipandanginya orang-orang yang bergerak dari dalam keluar. Belum juga didapatinya wajah anak yang dicintainya.
Tiba-tiba ia melihat wajah yang amat dikenalinya. Namun ada sesuatu yang berbeda pada wajah itu. Sang ayah sempat ragu saat memperhatikan wajah itu. Apakah ini memang anak gadisnya? Benarkah?
Ya, wajah itu kini dihiasi oleh jilbab nan anggun. Anak gadisnya itu, lengkap dengan busana muslimahnya, berjalan ke arah ayahnya dengan wajah tersenyum cerah. Sebuah senyum yang sangat indah, dari wajah yang teramat indah. Sang anak mengucapkan salam dan memeluk ayahnya.
”This is my best present for you ....”
Ayahnya mengangguk haru. Ia benar-benar tak menyangka dengan apa yang dialaminya saat itu.
Ya, ini adalah hadiah terindah bagi Ayah.
Itu juga yang dirasakan oleh seorang Muslim Indonesia yang bersama keluarganya tinggal di Australia. Hidup di negeri yang budayanya liberal dan masyarakatnya berbeda agama tentu menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga Muslim yang hidup di negeri Kangguru. Bisa saja anak yang sudah dididik sebaik mungkin di rumah mendapat pengaruh negatif di luar rumah dan akhirnya mengabaikan nilai-nilai keluarga. Terlebih lagi jika keluarganya sendiri tidak memiliki nilai dan relijiusitas yang baik.
Orang yang kami ceritakan ini menjalani hari-harinya di Australia sebagaimana kebanyakan orang-orang Indonesia lainnya. Namun, selama tinggal dan bekerja di Australia itu ia justru makin banyak belajar tentang Islam, agamanya yang dianut sedari kecil. Makin lama perhatiannya terhadap agama menjadi semakin mendalam. Tentu saja ia berharap hal yang sama juga dirasakan oleh anggota keluarganya yang lain, oleh istri dan anak-anaknya.
Ia memiliki seorang anak perempuan yang sudah beranjak remaja. Betapa besar keinginannya agar sang anak mengenakan jilbab dan menutup auratnya. Keinginannya itu semata-mata karena menutup aurat merupakan tuntunan dari-Nya dan akan membawa banyak kebaikan bagi orang-orang yang menjalankannya.
“Kenakanlah jilbab wahai anakku,” anjurnya pada sang anak. Tapi setiap kali itu juga anaknya menggelengkan kepala.
”Aku belum siap, Papa,” ujarnya. ”Mungkin suatu saat nanti.”
Sang ayah tak ingin memaksakan kehendaknya, karena ia ingin anaknya menjalankan ajaran agamanya dengan tulus dan penuh kesadaran. Ia bersedia untuk menunggu, walaupun ia tak tahu untuk berapa lama. Ia memutuskan untuk bersabar sembari terus berdoa dan memberi bimbingan pada sang anak.
Pada salah satu liburan sekolah, anak gadisnya itu berlibur ke Bandung tanpa didampingi oleh orang tuanya. Ketika berada di kota kembang tersebut, sang anak menyempatkan diri menelpon ayahnya.
“Papa mau dibawakan apa dari Bandung?” tanyanya pada sang ayah.
“Ah … nggak usah,” jawab sang ayah apa adanya. “Nanti kalau mau pulang, kasih tahu saja tanggal dan waktunya.”
Maka pada tanggal kepulangan sang anak ke Australia, ayahnya menjemputnya di Sidney International Airport. Ia menanti anaknya dengan penuh rasa rindu. Tentu ada banyak cerita yang dibawanya dari tanah air. Tentu ia merasa senang selama berada di Indonesia.
Pesawat yang ditumpangi anaknya sudah mendarat sejak beberapa waktu yang lalu. Ia mencari-cari anaknya di antara para penumpang yang berjalan keluar dari pintu bandara. Sekian lama dipandanginya orang-orang yang bergerak dari dalam keluar. Belum juga didapatinya wajah anak yang dicintainya.
Tiba-tiba ia melihat wajah yang amat dikenalinya. Namun ada sesuatu yang berbeda pada wajah itu. Sang ayah sempat ragu saat memperhatikan wajah itu. Apakah ini memang anak gadisnya? Benarkah?
Ya, wajah itu kini dihiasi oleh jilbab nan anggun. Anak gadisnya itu, lengkap dengan busana muslimahnya, berjalan ke arah ayahnya dengan wajah tersenyum cerah. Sebuah senyum yang sangat indah, dari wajah yang teramat indah. Sang anak mengucapkan salam dan memeluk ayahnya.
”This is my best present for you ....”
Ayahnya mengangguk haru. Ia benar-benar tak menyangka dengan apa yang dialaminya saat itu.
Ya, ini adalah hadiah terindah bagi Ayah.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Alwi Alatas ||| Seorang Penulis lebih dari 20 buku diantaranya adalah serial pahlawan "Al Fatih","Tariq bin Ziyad","Nurudin Zanki". | saat ini sedang studi doktoral di IIUM. Buku terbaru beliau disini
Alwi Alatas ||| Seorang Penulis lebih dari 20 buku diantaranya adalah serial pahlawan "Al Fatih","Tariq bin Ziyad","Nurudin Zanki". | saat ini sedang studi doktoral di IIUM. Buku terbaru beliau disini