KPU Carut-Marut
Penaaksi.com - Sorak euforia demokrasi telah sampai pada saat yang ditunggu-tunggu. Tepatnya tanggal 9 April 2014, rakyat Indonesia diakui keberadaan dalam bentuk pennyoblosan hak suara kepada para calon pemimpin bangsa yang mereka yakini bisa menjadi jembatan aspirasi dikemudian hari. Namun eforia ini harus dihiasi dengan kondisi “kurang bersih” dimana hampir semua pihak dalam perhelatan akbar pemilu melakukan hal yang kurang terpuji. Dimulai dari black campaign, money politic sampai hancurnya alur birkorasi dalam penyaluran hak suara.
Kondisi pemilu saat ini pun diperparah dengan ketidakprofesional badan penyelanggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU). Terbukti dengan banyaknya berita-berita yang menggambarkan carut-marutnya pemilu legislatif yang terjadi dilapangan bahkan tidak hanya KPU, namun pihak lain-lain yang turut serta menjaga keamanan dan kerahasiaan pun tampak tidak becus menjalani fungsinya. Sebutlah Banwaslu yang seharusnya rajin turun kelapangan guna mengawasi jalannya pemilu.
Apakah wajar kondisi seperti ini? Padahal ini adalah agenda akbar penduduk Indonesia bahkan eforianya bisa melebihi hari besar umat beragama. Berbicara carut-marut pemilu maka ketidakprofesional penyelanggara pemilu mulai tampak saat diawal-awal persiapan dan pelaksanaan. Dimulai dari perapihan data pemilih tetap (DPT) yang sampai hari-H masih belum semua orang bisa menggunakan hak pilihnya. Panjangnya alur birokrasi yang membuat banyak pemilih tidak mendapatkan haknya. Bahkan 10 juta lebih suara siliman DPT masih belum bisa dipertanggungjawabnkan. Pencerdasan yang kurang maksimal kepada masyarakat pun sangat terasa. KPU hanya hadir dalam dunia maya atau televisi padahal setengah dari penduduk Indonesia tidak intens dalam menyimak hal tersebut.
Kemudian ketidakprofesional berikutnya terlihat ketika ada surat suara yang tertukar seperti yang terjadi di daerah Kertapati, Sumatera Selatan yang surat suara Dapil I tertukar dengan Dapil II. Bahkan surat tertukar terjadi di tujuh kabupaten dan kota di daerah Sumatera Selatan. Tidak hanya itu banyak kotak suara yang tidak tersegel dan tidak digembok ketika sampai di daerah.
Dalam hal teknis lapangan, KPU belum maksimal dalam memberikan pengarahan kepada ketua KPPS daerah yang ini awal konflik saat hari pencoblosan. Tidak rapihnya alur sistematik pemungutan suara sampai pelaporan ke pusat di daerahnya yang kacau balau. Banyak formulir C1 yang tidak diisi oleh KPPS melainkan diisi oleh saksi. Kemudian ada juga sejumlah KPPS di daerah Banyuasin yang mem-fhoto copy formulir C5, padahal itu dilarang sesuai dengan peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 tahun 2010.
Dalam hal pengawasan dan pemberian sanksi pun tidak tegas. Dimasa kampanye kita masih ingat bahwa banyak terjadi pelanggaran di lapangan. Mulai dari pelibatan anak-anak dalam kampanye sampai ICW merilis sebuah temuan di 5 provinsi yang menyatakan 82 kasus pelanggaran dalam hal politik uang. Pelanggaran berupa pemberian langsung uang kepada simpatisan saat kampanye atau dikonversi dalam bentuk lain yaitu sembako dan lain-lain. Kemudian banyak kampanye yang merusak moral bangsa khususnya anak-anaknya yang hdair dengan menampilkan goyangan erotis saat kampanye. Tidak ada saksi khusus terkait hal ini, padahal otak anak-anak bangsa akan rusak jika dipertontonkan hal yang berbau porno.
Lebih gemparnya lagi, sampai tulisan ini keluar belum ada sanksi tegas kepada pihak KPPS yang telah melakukan coblos masal saat pemilu. Hal ini terjadi di daerah Sumatera Utara, Kabupaten Nias. Bahkan sampai direkam dalam bentuk video dan bisa ditemukan di you tube dengan mudah. Kemudian terjadi juga 110 surat suara sudah tercoblos di Jawa Tengah, Kabupaten Belitar. Forum Masyarakat Peduli Parlemen menyebutkan bahwa temuan surat suara rusak sangat mengejtukan. Di Jakarta Pusat 181 surat suara rusak/. Di Kendal , Jawa Tengah ada 3.200 surat suara yang rusak. Di Blitar, Jawa Timur ada 1.211 surat suara rusak, Bandung 4.501 suarat suara rusak.
Sementara di Sumenep terdapat 300 suarat suara rusak, Poso 11.869 suarat suara rusak dan di Papua 26.000 suara suara suara dinyatakan rusak, karena kapal penganngkut mengalami karam.
Namun anehnya KPU hanya menganggap masalah tadi hanya sebagai masalah teknis belaka dan ini memperlihatkan quaity control KPU sangat lemah.
Dari permasalahan ini sangat menjadi kekhawatiran karena ini akan menentukan hasil pelimu yang akan dinikmati 5 tahun kedepan. Semoga ketika pilpres nanti KPU beserta pihak yang terkait sudah memperbaiki pelayanan mereka dan tidak terjadi lagi pemilu ulang yang diterjadi di daerah Jakarta. Karena sangat besar harapan kita kepada Pemilu 2014 ini agar Indonesia bisa menjadi berdikari kembali.
Fajar Tri Nugroho | Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta
Artikel yang sedang Anda baca saat ini merupakan salah satu kontribusi karya tulis yang dikirimkan ke redaksi Pena Aksi. Ingin berpartisipasi? Ikuti petunjuknya di sini.
Artikel yang sedang Anda baca saat ini merupakan salah satu kontribusi karya tulis yang dikirimkan ke redaksi Pena Aksi. Ingin berpartisipasi? Ikuti petunjuknya di sini.