Peran UU Perdagangan Terhadap Kepentingan Nasional
Penaaksi.com - Pada hari Sabtu, 31 Mei 2014, Pusat Studi Perdagangan Dunia dan World Trade Model Community UGM menyelenggarakan Seminar Nasional yang bertema “Peran UU Perdagangan Terhadap Kepentingan Nasional” di R. 531 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Seminar Nasional ini dihadiri oleh akademisi, praktisi, dan masyarakat umum yang memiliki kepentingan untuk memahami UU Perdagangan secara komprehensif. Pembicara dalam Seminar Nasional ini terdiri dari Prof.Mudrajad Kuncoro PhD (Pengamat Ekonomi FEB UGM), Riza Damanik (Direktur Indonesia for Global Justice), Lasminingsih S.H.LL.M (Kepala Biro Hukum Kementrian Perdagangan RI), dan Diah Ratna Pratiwi MA (Peneliti Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM).
Menurut Direktur World Trade Model Community UGM, M.Reza S.Zaki S.H., Seminar Nasional ini merupakan agenda perdana di Indonesia yang membahas UU Perdagangan pasca disahkan oleh DPR RI pada 11 Februari 2014. Selan itu, komposisi pembicara pada kegiatan ini merupakan formasi terbaik dalam upaya mengoreksi konten UU Perdagangan yang akan didukung dengan peraturan tekhnis seperti Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri (Permen), lanjut Zaki.
Pada kesempatan Seminar Nasional ini, Prof Mudrajad Kuncoro PhD memaparkan bahwa terdapat 3 klasifikasi perdagangan yang diatur dalam UU ini. Ketiga klasifikasi tersebut terdiri dari perdagangan dalam negeri, luar negeri, dan perbatasan. Subjek dalam kompetisi perdagangan bukan lagi negara, melainkan competitiveness of companies yakni perusahaan. Namun, berdasarkan Global Competitiveness Report, Indonesia berada pada peringkat ke 38 dari 148 negara. posisi tersebut masih di bawah Singapura dan Malaysia. Persoalan mendasar dari lemahnya daya saing Indonesia disebabkan oleh lemahnya tenaga kerja dan infrastruktur. Disamping itu, beliau juga memberikan respon terhadap Komite Perdagangan Nasional (KPN) yang dimuat di dalam UU ini. Menurut pengamat ekonomi FEB UGM ini, KPN yang ada di bawah koordinasi Menteri Perdagangan RI diragukan akan membantu meningkatkan ekonomi Indonesia ke depan. Pasalnya, KPN memiliki struktur yang lemah karena tidak bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan posisi KPN tidak memiliki perbedaan dengan Komite Ekonomi Nasional (KEN) yang saat ini eksis memberikan rekomendasi kepada Presiden. Solusi yang ditawarkan oleh beliau adalah “Bela dan Beli Produk Indonesia” dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih di dominasi oleh angka konsumsi harus dimanfaatkan dengan melakukan gerakan membeli produk Indonesia agar ada keuntungan ekonomi nasional yang diperoleh dari gerakan tersebut, papar Mudrajad.
Sementara itu Riza Damanik (Direktur Indonesia for Global Justice) menyatakan bahwa potensi persoalan dari UU Perdagangan terdiri dari 3 yakni pertama, tidak adil terhadap pelaku usaha kecil (petani, nelayan, dan IMKM), kedua, ketidakpastian perlindungan hukum bagi kelompok ekonomi rentan, dan ketiga, peningkatan daya saing vs kedaulatan ekonomi. Aktivis NGO ini juga mengusulkan agar Kementrian Perdagangan dan Kementrian Luar Negeri RI bisa digabungkan demi mencapai akselerasi di bidang perdagangan yang sudah tertinggal selama ini. Indonesia dapat mencontoh Australia yang menggabungkan kedua kementrian tersebut sehingga pola koordinasi mereka dalam bidang perdagangan tidak mengalami hambatan,jelas Riza.
Pada kesempatan yang sama, Lasminingsih S.H.LL.M (Kepala Biro Hukum Kementrian Perdagangan RI) menyampaikan bahwa UU Perdagangan ini mengatur perdagangan barang dan jasa baik di wilayah domestik maupun di luar batas wilayah Indonesia. Di dalam UU ini, terdapat revisi terminologi pasar tradisional menjadi pasar rakyat demi mengikuti konstitusi UUD 1945. Disamping itu, UU ini mengatur secara lebih disiplin mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI) pada barang dan jasa. UU ini juga mengatur mengenai stabilisasi harga dan pengaturan stok barang pokok dan/atau penting, lanjut Lasmi.
Sementara Diah Ratna Pratiwi MA (Peneliti Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM) memaparkan bahwa UU ini harus mempersiapkan Indonesia dalam menghadapi Trade Partners di ASEAN Economic Community 2015 dan WTO. Pasalnya, AEC 2015 melakukan loncatan dari teori ekonomi yang baku. AEC 2015 diramalkan akan memicu kekacauan perdagangan tidak hanya pada lingkup kawasan ASEAN, namun juga dapat berdampak pada mitra dagang di luar ASEAN. Disamping itu, UU ini juga harus menjawab tantangan sengketa dagang yang saat ini terus berkembang di WTO, jelas Dinna.